Red Bull and Indonesia Football : Sebuah refleksi dalam membangun tim sepak bola
Sejak dua hari kemarin, dunia sepak bola Indonesia yang lesu
karena pandemic Covid-19 tiba-tiba gempar. Publik masyarakat dikagetkan dengan
munculnya sebuah tim asal Depok. Namun bedanya, tim ini sudah menyandang nama
besar dan dimulai dari kasta terbawah. Ya, Red Bull Depok.
Awal pertama kali mendengar ini, saya sempat mengira ini
hanyalah tim fantasi di game Football Manager. Wajar awalnya berpikir seperti
itu, karena hal yang tidak terduga sebuah tim dari Indonesia bakal disokong
dari Perusahaan Raksasa minuman energi, Red Bull GmbH. Perusahaan asal Austria
ini memang sudah dikenal memiliki banyak tim olahraga di dunia, baik dari
MotoGP, Formula 1, Nascar hingga sepak bola.
Merek dengan logo Banteng Merah ini sudah memiliki tim sepak
bola sejak tahun 2005. Berawal dari mengakuisisi tim New York New Jersey Metro
Stars menjadi Red Bull New York dan berekspansi dengan mengakuisisi SV Austria
Salzburg menjadikanya Red Bull Salzburg. Ekspansi di dunia sepak bola tak hanay
berhenti disana, Red Bull bahkan membangun tim di Ghana (Red Bull Ghana),
Brazil (Red Bull Brazil) hingga tim fenomenal Jerman, RasenBallsport Leipzig.
Kembali lagi ke Indonesia, tahun 2020 muncul tim Red Bull
Depok FC. Kemunculan dimulai dari akun instagram mereka, @redbulldepokfc yang
mengumumkan bila mereka siap mentas di Liga Indonesia melalui Liga 3 Jawa
Barat, kasta bawah dalam piramida sepak bola Indonesia.
Hal ini menjadi viral dan bersliweran kemana-mana. Banyak
orang yang mulai mencari banyak informasi tentang klub ini. Media mulai
memberitakan hal ini. Ramai, berbondong-bondong
menjadi terdepan untuk memberitakan hal ini. Bagai menemukan air pada
hamparan gurun pasir, berita tentang ini menjadi oasis, menjadi penyegar kala
sepinya sepak bola Indonesia yang dihentikan oleh otoritas tertinggi Sepak Bola
negeri ini.
Viralnya hal ini sampai-sampai membuat pihak dari Red Bull
Depok membuat klarifikasi tentang eksistensi tim dan keberlangsungannya. Pada
lain sisi, ada yang mengharapkan tim ini menjadi role model tim sepak bola
Indonesia. Ada pula yang skeptis, seolah berpikiran tim ini bakal sama dengan
tim yang sebelum-sebelumnya. Sebenarnya apa yang terjadi di Sepak Bola
Indonesia?
Klub Akuisisi, Merger dan Alih Lisensi
Sepak bola Indonesia sudah tidak asing dengan konsep
Akuisisi, Merger hingga Alih akuisisi. Mungkin berberapa orang baru mengetahui
bila sebuah tim dapat dibeli semudah itu. DIubah namanya dan dipindahkan
homebasenya dan seolah dengan mudahnya menghapus sejarah tim sebelumnya.
Hal ini mulai dari 2002, tim Persijatim dijual ke pemerintah
Solo dan menjadi Persijatim Solo FC. Hal ini hanya bertahan dua tahun. Tahun
2004, tim ini dijual kembali dan akhirnya diakuisisi Pemerintah Sumatera
Selatan dan menjadi tim yang kita kenal saat ini dengan Sriwijaya FC.
Untuk tim merger sendiri juga banyak terjadi, mulai dari tim
Putra Samarinda dan Persisam digabung menjadi Persisam Putra Samarinda, tim
Persegi Bali FC yang berasal dari lima tim Bali yang bergabung di tahun 2003.
Hal ini kembali jadi trend ditahun 2015, kala sepak bola Indonesia mendapat
sanksi dari FIFA karena intervensi pemerintah pada jalannya liga. Banyak tim
yang tidak mampu menghidupi dapurnya sehingga bangkrut. Daripada bangkrut dan
menghilang begitu saja, masuklah investor menyelamatkan eksistensi klub
tersebut.
Namun, karena terjadinya banyak hal, banyak klub yang dibeli
Lisensinya ini dipindahkan markasnya dan diganti namanya. Contohnya banyak,
dari Borneo FC dari Perseba Super Bangkalan, Bali United dari Persisam Pusam,
Persiram menjadi PS TNI yang kini jadi Persikabo 1973 dan Perseru menjadi Badak
Lampung. Juga jangan lupakan tim Pelita Jaya yang menjadi Pelita Bandung Raya ,
PBR, dan kini jadi Madura United.
Hal-hal seperti ini banyak membuat supporter Indonesia tidak
menyukai tim-tim yang hadir dengan cara membeli lisensi. Terkesan instan dan
pay to win kalo istilah anak gamer. Banyak supporter yang menjuluki tim seperti
ini sebagai tim siluman. Tidak tahu dari mana asalnya, tiba-tiba ada dikasta
atas. Hal instan ini dianggap mengkhianati usaha tim lain yang berusaha dari
nol. Hal ini juga dianggap merusak sejarah tim itu sendiri. Belum lagi tim yang
dijual kesana kemari seperti komoditas dagang. Padahal tim sepak bola adalah
sebuah identitas, entitas kebanggaan, bukan sekadar untung rugi dalam
mengelola. Tidak dapat dipungkiri, sepak bola adalah olahraga rakyat, namun
juga harus dikelola secara industrial. Tak hanya demi kebanggan, namun juga keberlangsungan
tim itu sendiri.
Namun, sekarang apa bedanya tim Red Bull Depok dengan konsep
tim Indonesia sebelumnya?
Red Bull, sepak bola dengan relasi dan nama besar.
Sebagai merek yang besar, Red Bull ingin banyak orang yang
tahu tentang Red Bull dan membeli produk mereka. Melihat pangsa sepak bola yang
banyak digemari, membuat Red Bull mulai masuk ke dunia sepak bola. Seperti yang
dijelaskan sebelumnya, Red Bull membangun tim dan mengakuisis tim yang berasal
dari bawah. Bukan hanya mengambil tim yang sudah diatas seperti tim sepak bola
Indonesia.
Apalagi dengan sokongan dana yang besar dari perusahaaan
raksasa dunia, tim-tim yang dinaungi dari Red Bull ini mendapat pengelolaan
yang professional dan mereka menjadi raja di liganya dan meraih kejayaannya.
Seperti Red Bull Salzburg yang menjadi jawara di Liga Austria hingga RB Leipzig
yang mampu mengancam kedudukan konsisten jawara Jerman, Bayern Muenchen hingga
menembus Liga Champions menjadi bukti.
Namun, walaupun begiru, banyak yang membenci cara Rad Bull
membangun dirinya dalam sepak bola. Mengambil tim dan menghapus sejarahnya dengan
kucuran dana tak terbatas. Kebencian ini berada diantara rasa benci atas modern
football atau rasa iri belaka karena timnya kalah saing dengan tim baru.
Contohnya saja RB Leipzig yang dianggap sebagai tim yang
berbeda dari tim Jerman lainnya yang menganut sistem “50+1” . Red Bull dianggap
tak taat dan merusak budaya sepak bola Jerman yang sudah terbangun dengan industrinya
yang adil antara supporter dan investornya.
Namun, terlepas dari itu, Red Bull Depok diharapkan mampu
menjadi trend yang role model dalam membangun sepak bola dengan professional dan
dari nol (ya walaupun akhirnya RB Depok harus mengakuisis tim karena regulasi
dari PSSI Jabar). Setidaknya, mengakuisisi tim dari bawah dan membangunnya
hingga kasta teratas dengan pengelolaan yang professional. Bukan hanya
memelihara karena ada maksud dan meninggalkannya runtuh karena tujuan utamanya
telah tercapai. Ya setidaknya, smoga tidak terjadi hal itu.
Selamat datang Red Bull di sepak bola Indonesia !
Komentar
Posting Komentar